Motivator By: Mbah Nawi,
·
Menakhlukan
Pemimpin Yang Keras Kepala
Sebelum Anda Menemui/Bejumpa dengan Pemimpin,
baca surah Al-Fatihah (sa’at pada bacaan IHDINAS SHIROTOL MUSTAQIM baca tiga kali )
dan setelah selesai, jabatkan tangan anda dengan pemimpin tsb.
Insya Allah, Pemimin itu akan Santun dan Menghormati anda.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kata
ihdinaa (tunjukkanlah kami) dalam ayat di atas merupakan bentuk kata
perintah (fi’lu al-amr) dari kata hadâ-yahdii. Hadâ-yahdii
sendiri artinya adalah memberi petunjuk kepada hal-hal yang benar. Kata hidayah
merupakan bentuk fi’lu al masdar dari kata ini. Dalam “Tafsir Munir”
karya Dr. Wahbah Az Zuhaily, hidayah ada lima macam. Satu hidayah ke hidayah
yang lain bersifat hierarkis, di mana hidayah yang ada di bawahnya akan
menyempurnakan hidayah yang ada di atasnya. Jadi semakin ke bawah maka semakin
tinggi nilainya. Adapun kelima hidayah tersebut adalah sebagai berikut :
Pertama, Hidayah Ilhami. Hidayah ini adalah fitrah yang Allah SWT berikan kepada semua makhluk ciptan-Nya. Contohnya, Allah SWT memberikan hidayah ilhami kepada lebah yang suka hinggap di bunga untuk mengambil saripatinya, dapat membangun sarang yang menurut para ahli adalah desain yang paling sempurna berdasarkan fungsinya.
Seorang
bayi yang lapar diberi hidayah ilhami oleh Allah SWT untuk menangis dan
merengek-rengek pada ibunya agar diberi ASI. Siapakah yang mengajari lebah dan
bayi tadi untuk melakukan hal tersebut? Tentunya kita yang beriman kepada Allah
SWT akan menjawab: itulah kekuasaan Allah SWT yang telah memberikan hidayah ilhami
kepada makhluk-Nya. Semua makhluk yang diciptakan Allah SWT akan menerima
hidayah ini. Dalam bahasa kita, hidayah ilhami ini adalah insting, yang
merupakan tingkat inteligensi paling rendah.
Kedua, Hidayah Hawasi.
Hidayah hawasi adalah hidayah yang membuat makhluk Allah SWT mampu merespon
suatu peristiwa dengan respon yang sesuai. Contohnya adalah, ketika manusia
mendapatkan kebahagiaan maka ia akan senang dan jika mendapatkan musibah maka
ia akan sedih. Dalam istilah kita, hidayah hawasi ini adalah kemampuan
inderawi.
Hidayah
hawasi sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Maka respon yang ditimbulkan dari
sebuah peristiwa sangat tergantung dengan lingkungan kita. Jika lingkungan itu
normal maka respon kita akan normal. Misalnya, orang yang mendapatkan musibah
akan sedih karena lingkungannya mengajarkan untuk merespon peristiwa tersebut
dengan bersedih. Di lain tempat dan waktu mungkin saja respon ini berubah
karena lingkungannya merespon dengan hal yang berbeda. Maka untuk mendapatkan
hidayah hawasi ini kita harus membuat atau mengondisikan agar lingkungan kita
normal alamiah.
Ketiga, Hidayah Aqli
(akal). Hidayah akal adalah hidayah yang diberikan khusus pada manusia yang
membuatnya bisa berfikir untuk menemukan ilmu dan sekaligus merespon peristiwa
dalam kehidupannya dengan respon yang bermanfaat bagi dirinya. Hidayah akal
akan bisa kita miliki manakala kita selalu mengambil pelajaran dari segala
sesuatu, segala peristiwa, dan seluruh pengalaman hidup kita ataupun orang
lain. Allah SWT berfirman:
“Dia-lah
yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-kampung
mereka pada saat pengusiran yang pertama. kamu tidak menyangka, bahwa mereka
akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat
mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan bagi mereka
(hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Allah melemparkan
ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan
tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (kejadian
itu) sebagai pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai wawasan”. (QS.
Al-Hasyr [59]: 2).
Yang
dimaksud dengan ahli Kitab dalam ayat ini ialah orang-orang Yahudi Bani Nadhir
pada masa Nabi Muhammad SAW di Madinah. Merekalah yang mula-mula dikumpulkan
untuk diusir keluar dari Madinah karena mereka mengingkari Piagam Madinah.
Ayat
ini memerintahkan kita untuk senantiasa mengambil hikmah dan ‘ibroh dari segala
kejadian dalam kehidupan ini, dengan harapan kita tidak terjebak pada
permasalahan yang sama. Hidayah akal ini akan bekerja dengan ilmu yang
diperoleh, dari proses pembelajaran kehidupan yang telah dilakukan, yang
kemudian digunakan untuk memilih respon yang terbaik bagi diri di masa
mendatang. Semakin banyak kita mengambil pelajaran maka semakin tinggi kualitas
hidayah akal kita.
Namun
Hidayah akal ini mempunyai keterbatasan dalam menyeragamkan respon terhadap
sebuah kejadian untuk seluruh manusia. Ada pepatah “lain ladang, lain pula
belalangnya. Lain kepala, lain pula isinya.” Mungkin respon tertentu baik
menurut kita, akan tetapi belum tentu baik menurut orang lain. Maka diperlukan
sebuah standar untuk menyeragamkan mana yang baik dan mana yang buruk, mana
yang hak dan mana yang batil. Jawaban untuk hal ini ada pada tingkatan hidayah
selanjutnya.
Keempat, Hidayah Dien
(agama). Hidayah agama adalah sebuah panduan ilahiyah yang membuat manusia
mampu membedakan antara yang hak dan yang batil, antara yang baik dan yang
buruk. Hidayah agama ini merupakan standard operating procedure (SOP)
untuk menjalani kehidupan. Tentunya yang membuatnya adalah yang Maha
segala-galanya, yang menciptakan manusia itu sendiri, yaitu Allah SWT. Karena
yang Allah SWT tentukan, pastilah itu yang terbaik. Allah SWT berfirman :
“Boleh
jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula)
kamu menyukai sesuatu, padahal ia tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang
kamu tidak Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 216).
Maka
apa saja yang ditentukan oleh agama, pastilah itu yang terbaik untuk kita.
Hidayah agama ini bisa kita peroleh manakala kita selalu belajar dan
memperdalan agama Islam ini.
Seperti Allah SWT tegaskan dalam Al Qur’an:
”Tidak
wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya al Kitab, hikmah dan
kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi
penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” Akan tetapi (Dia berkata):
“Hendaklah kamu menjadi orang-orang Rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al
Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (QS. Ali Imran : 79).
Semua
orang mampu mempelajari agama ini (Al Qur’an dan As Sunnah), akan tetapi tidak
semua orang berkemauan untuk mengamalkan agama ini. Kemauan untuk mengamalkan
agama akan berbanding lurus dengan sejauh mana kita bisa manggapai hidayah
taufiq.
Kelima, Hidayah Taufiq.
Hidayah taufiq adalah adalah hidayah yang membuat manusia hanya akan menjadikan
agama sebagai panduan hidup dalam menjalani kehidupannya. Hidayah taufiq ibarat
benih yang Allah SWT semaikan di hati yang tidak hanya bersih dari segala hama
penyakit, tetapi juga subur dengan tetesan robbani. Bersih dan suburnya hati
akan terlihat dari pohon-pohon kebaikan dan amal yang tumbuh di atasnya. Hanya
kesungguhan yang akan membuat kita pantas menerima hidayah taufiq dari Allah
SWT. Firman Allah SWT :
”Dan
orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan
kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Sesungguhnya Allah benar-benar
beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabuut : 69).
Maka
tidak ada jalan lain agar kita mendapatkan Hidayah Taufiq Allah SWT, kecuali
dengan jalan bersungguh-sungguh dan berjihad untuk menjalankan dan mengamalkan
agama yang indah ini.
Penutup
Hidayah
Allah SWT memerlukan perjuangan untuk mendapatkannya. Semakin besar perjuangan
dan kesungguhan kita, maka insya Allah kita akan semakin mudah mendapatkannya,
karena semuanya tergantung kepada usaha kita. Hidayah Allah SWT ibarat sinar
matahari yang menyinari seluruh alam ini, dan kita adalah penerima sinar
tersebut. Jika kita membuka diri dengan hati yang bersih, maka kita akan mudah
untuk mendapatkan sinar hidayah Allah SWT. Tapi jika kita menutupi hati dan
diri kita dengan kotoran dan hama penyakit hati maka kita akan sulit untuk
mendapatkan sinar hidayah-Nya.